Penebaran 5.000 Benih Ikan di Bendung Boro

Penebaran 5.000 Benih Ikan di Bendung Boro
Sebelum puncak kegiatan Hari Pers Nasional Kabupaten Purworejo Tahun 2009, berupa Tasyakuran dan Peresmian Pressroom, terlebih dahulu para kulitinta yang bekerja di wilayah Kabupaten Purworejo bersama Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, SSos, MM menebarkan benih ikan Nila sebanyak 5.000 ekor di Bendung Boro, Sabtu (28/3).

Penanaman Pohon Langka di Gegermenjangan

Penanaman Pohon Langka di Gegermenjangan
Rangkaian kegiatan puncak Hari Pers Nasional Kabupaten Purworejo Tahun 2009, berupa penanaman 300 pohon langka di Kawasan Potensi Wisata Gegermenjangan, Sabtu (28/3).

Selasa, 16 Desember 2008

Pemkab Purworejo Desak Pemerintah Pusat Luruskan Tempat dan Tanggal Lahir Pahlawan Nasional


Pemkab Purworejo akan berupaya mendesak pemerintah pusat, melalui kementrian Sosial untuk meluruskan penulisan, tempat dan tangal lahir, pahlawan nasional, komponis, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya “, WR Soepratman, sebagaimana tertuang dalam penetapan Pengadilan Negeri Purworejo.

Penegasan tersebut disampaikan Assisten Sekda Bidang Administrasi dan Umum, drh Abdulrahaman.di sela-sela rapat koordinasi, Sabtu (29/11), yang membahas rencana tindak lanjut dari penetapan tersebut. Dikemukakan bahwa untuk keperluan tersebut pihaknya akan membentuk tim, yang akan dikukuhkan melalui surat keputusan bupati. Tim ini nantinya setelah berkoordinasi dengan Pemprop Jateng, akan melanjutkan ke Badan Pembina Pahlawan Nasional pada Kementrian Sosial di Jakarta.

Ia mengakui, sebetulnya niat tersebut sudah ada sejak tahun lalu. Setelah ada penetapan dari PN Purworejo nomor 04/Pdt/P/2007/PN PWR, tanggal 29 maret 2007, sampai saat ini belum ada tindak lanjut. “Sebetulnya tahun lalu sudah ada rencana, namum karena ada sesuatu hal, sehingga belum terlaksana. Baru saat ini rencana itu akan dilaksanakan, kendati waktunya sudah mempet” katanya.

Menurutnya, tim yang akan dibentuk beranggotakan para pimpinan satker terkait, ditambah para budayawan. Tim ini sebelum ke Jakarta akan berpamitan dengan keluarga WR Soepratman yang berada di Desa Somongari. Kemudian juga akan menghubungi keluarga yang berada di Jakarta dan kota lainnya.

Tim ini meminta kepada pempus untuk segera meluruskan dan menyosialisakan fakta sejarah sebagaimana penetapan PN Purworejo. Dimana dalam penetapan tersebut tertuang bahwa WR Soepratman lahir pada hari Senin Wage, tanggal 19 Maret 1903, di Dukuh Trembelang Desa Somongari Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Sebab selama ini terdapat versi lain tentang tanggal dan tempat lahir WR Soepratman.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan pemprop, surat permohonan disampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah. Nantinya Gubernur Jateng yag akan melayangkan surat permintaan kepada Menteri Sosial di Jakarta. Namun demikian, untuk memperlancar usulan dari gubernur, pihak pemkab akan melakukan koordinasi ke Depsos.(Sus)

Minggu, 14 Desember 2008

Jangan Mudah Percaya Pada Berita Kabar Burung Yang Sarat Kepentingan


Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia diperingati secara sederhana oleh Pemkab Purworejo, Selasa (9/12/08). Upacara peringatan dilakukan di halaman Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Purworejo diikuti oleh seluruh staf di lingkungan Setda Purworejo dan pimpinan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang ada. Dengan inspektur upacara Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, SSos, MM.

Dalam sambutannya, Bupati menyampaikan dukungannya terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri tercinta ini. Bahkan ia menandaskan agar pemberantasan korupsi tersebut tidak bersifat tanggung-tanggung, melainkan harus dibasmi hingga ke akar-akarnya.

Namun disisi lain, lanjut Bupati, dalam upaya pemberantasan tersebut kita harus menghormati azas praduga tak bersalah. Menurutnya, hal ini yang menjadi kendala, karena aparat hukumlah yang mengetahui kesalahan-kesalahan yang dimungkinkan terjadi. Sedangkan berita yang tersebar di masyarakat, belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Karena berita yang tersebar di masyarakat tentunya sudah dicampuri dengan kepentingan-kepentingan tertentu.

Pada kesempatan tersebut bupati meyerahkan secara simbolis, bantuan stimulan pembangunan kepada desa. Bantuan senilai Rp 188.500.000,00 itu bersumber dari APBD Kabupaten Purworejo tahun 2008. Bantuan diperuntukkan bagi 43 lokasi. Besarnya bantuan bervariasi, tergantung kebutuhan yang diajukan panitia dan hasil verikasi tim yang dibentuk pemkab.

Terkait bantuan tersebut, Bupati menyatakan bahwa pada prinsipnya bantuan berasal dari uang masyarakat. Bukan dari seseorang maupun golongan tertentu. Untuk itu, ia berpesan, agar uang tersebut benar-benar sesuai sasaran. (Hms)

Sabtu, 13 Desember 2008

Kajari Purworejo Diserahterimakan

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Purworejo, Kamis (11/12/08) diserahterimakan. Dengan mengambil tempat di Pendopo Rumah Dinas Bupati Purworejo serah terima jabatan (sertijab) dilakukan dari pejabat lama Heriyanto Serumpun, SH kepada pejabat baru Erwin Desman, SH. Sebelumnya Erwin Desman, SH dilantik dan diambil sumpah jabatan oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jawa Tengah I Ketut Artana, SH.

Edwin Desman, SH sebelumnya adalah Kajari Sekayu Banyuasin, Sumatera Selatan. Sedangkan Kajari Purworejo sebelumnya di promosikan sebagai Asisten Pembinaan di Kajati Papua.

Dalam sambutannya Wakajati Jawa Tengah menegaskan pergantian pejabat adalah hal yang biasa dan lazim dilakukan guna kelangsungan organisasi. Juga disinggung tentang komitmen kejaksaan untuk menuntaskan berbagai kasus, khususnya perkara korupsi. Pejabat yang baru hendaknya mau mawas diri, dalam menegakkan hukum dengan azas praduga tak bersalah.

Disampaikan pula bahwa bagi pejabat yang baru juga harus memiliki integritas yang tinggi. Terlebih masyarakat mengharapkan pemberantasan korupsi secara nyata. “Oleh karenanya bagi pejabat yang baru harus bertindak menegakkan hukum secara adil, profesional dan transparan dalam kinerja,”harapnya.

Dalam acara itu juga dihadiri segenap pejabat teras Pemkab Purworejo dan pejabat di lingkungan Kejari Purworejo. Termasuk di dalamnya Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, SSos, MM. (Sus)

Operasi Gabungan Grebeg PSK di Kutoarjo


Petugas gabungan dari Polres Purworejo, Kodim 0708 Purworejo, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos), Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan razia Pekerja Seks komersial (PSK) di dua tempat, Kamis (11/12/08) lalu. Yakni di warung remang-remang Gunung Tugel dan warung remang-remang di depan Stasiun Kereta Api Kutoarjo.

Operasi tersebut digelar dalam rangka menciptakan ketertiban lingkungan di wilayah Kabupaten Purworejo. Operasi itu dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari banyaknya laporan masyarakat yang masuk baik ke polisi maupun instansi terkait lainnya. Menurut sumber yang dapat dipercaya, lokasi warung remang-remang Gunung Tugel dan warung remang-remang di depan Stasiun Kereta Api Kutoarjo memang sering dijadikan tempat mangkal serta transaksi PSK dengan para lelaki hidung belang. Transaksi tersebut hampir dilakukan setiap malamnya, dengan menyewa kamar Rp 10 ribu untuk tarif short time.

Dalam operasi ini hanya beberapa PSK dan lelaki hidung belang yang terjaring. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya kebocoran informasi sebelumnya. Seorang PSK dan seorang lelaki hidung belang tertangkap basah sedang berhubungan intim, keduanya ditemukan petugas dalam keadaan telanjang bulat. Untuk selanjutnya para PSK dan lelaki hidung belang tadi digelandang ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan pembinaan. (Sum)

Selasa, 14 Oktober 2008

Live Talk Show Suara Irama Purworejo Bertujuan Membuka Kran-kran Informasi Tersumbat

Ternyata acara live talk show bersama publik di Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) Suara Irama 88,5 FM Purworejo, mendapatkan rating tertinggi. Setiap acara yang diberi titel Hallo Purworejo itu digelar, pertanyaan yang masuk, baik melalui telepon maupun sms bisa mencapai 50 orang lebih. Hal tersebut dikatakan oleh Kepala UPT RSPD Suara Irama Purworejo Endah Srigati (51), saat ditemui wartawan Buser Plus di kantornya, belum lama ini.


Lebih jauh Endah menjelaskan, kadang kala saking banyaknya pertanyaan yang masuk, sampai-sampai pihaknya agak kesulitan dalam membahasnya. Sebab waktu yang disediakan tidak mencukupi, padahal acara yang digelar setiap hari Senin malam itu, digeber cukup lama yakni 2 jam, mulai dari jam 20.00 WIB – 22.00 WIB. “Selain itu banyak juga pertanyaan yang masuk di luar tema yang kita bahas. Bukan berarti pertanyaan tesebut diabaikan, tetapi tetap kita respon dan dibahas oleh narasumber yang ada. Setiap Senin malam kita selalu menghadirkan narasumber Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, SSos, MM, dengan didampingi oleh pejabat teknis daerah sesuai tema yang dibahas,” kata Endah.


“Namun khusus untuk Senin Wage atau malam Selasa Kliwon, kita live dari Pendopo Rumah Dinas Bupati, menyiarkan acara Gendu-gendu Roso yang dilakukan oleh Bupati. Pada malam itu Bupati mengundhang semua pejabat teras di lingkungan Pemkab Purworejo untuk beramah tamah dan bowo roso membahas masalah yang sedang menjadi buah bibir, kalau di tingkat desa sering disebut selapanan,” ujarnya. “Kita baru menggelar acara live talk show dengan Bupati pada pagi harinya Selasa Kliwon. Acara live talk show ini frekuensinya ditambah mulai Bupati Puworejo dijabat oleh H Kelik Sumrahadi, SSos, MM. Kalau Bupati sebelumnya acara live talk show hanya digelar setiap Selasa Kliwon, atau selapanan sekali,” imbuhnya.


Lebih jauh Endah menjelaskan, bahwa di sini pihaknya tak hanya menyampaikan informasi searah kepada pendengarnya, namun lebih dari itu, yakni menjalankan fungsinya sebagai media penyambung antara masyarakat dengan pemerintah atau sebaliknya. Sehingga ada komunikasi dua arah demi kemajuan pembangunan Kabupaten Purworejo ke depan. “Dalam istilah kita membuka kran-kran informasi yang tersumbat. Paling tidak kritik, saran itu akan turut mempengaruhi atau mewarnai kebijakan Pemkab Purworejo yang diambil oleh para pejabat publiknya dalam menjalankan roda pemerintahan,” tukasnya.


Dalam perjalanan sejarah acara ini telah berjalan selama tiga tahun. Pertama kali acara itu kita beri nama Hallo Pak Kelik, namun karena banyak kritik dan saran dari berbagai pihak, lantas nama acaranya diganti dengan Hallo Purworejo. Selain itu radio yang kini telah berumur 39 taun tersebut juga membuka acara live talk show lainnya yang telah diprogram secara rutin setiap minggunya. Membahas mulai dari permasalahan kesehatan, pendidikan, bisnis maupun pelayanan publik. Acaranya bekerjasama dengan berbagai kalangan, baik instansi pemerintah, kalangan dunia usaha, BUMN/BUMD maupun pihak swasta.


Radio yang pernah dipancar luaskan melalui frekuensi 693 AM ini, untuk menuju ke radio publik juga memberikan kesempatan kepada semua pihak dan semua golongan yang akan menggunakan radionya sebagai media penyampai informasi. “Kami juga memberi kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak untuk turut mengisi acara di Radio Suara Irama. Sebab ini kan radio milik publik, jangan lantas terkesan hanya bisa digunakan oleh pemerintah daerah saja,” tutur Endah. Selain acara live talk show, Radio Suara Irama juga memiliki produk acara yang tak kalah tinggi ratingnya, yakni acara Detak Purworejo. Acara ini dikemas untuk menyampaikan berita-berita lokal Purworejo serta disiarkan dua kali sehari, pagi dan sore hari. Kini radio yang tengah berusaha keras meningkatkan statusnya sebagai radio publik ini, juga memprioritaskan siaran-siaran pandangan mata langsung dari tempat kejadian. Hal tersebut dilakukan untuk memuaskan para pendengar setianya di wilayah Kabupaten Purworejo dan sekitarnya. (Yul)

Rabu, 24 September 2008

Bila Tak Berobat ke Dokter Gigi Didenda

Beberapa tahun yang lalu, pemerintah Belanda memberi sanksi berupa denda (straaf) kepada masyarakat yang tidak berobat gigi dalam jangka waktu setahun, karena pemerintah menganggap penyakit gigi dan mulut membebani keuangan negara dan memberi kontribusi kerugian ekonomi bagi negara. Dan menurut penelitian, angka absen tertinggi anak sekolah dan karyawan yang disebabkan sakit gigi adalah mereka kehilangan 4 hari kerja perbulan. Belum lagi penyakit sistemik yang terjadi akibat sakit gigi yang tidak diobati. Kebijakan tersebut perlahan-lahan mulai dihapus, karena pemerintah Belanda menganggap saat ini masyarakat sudah sadar untuk berobat ke dokter gigi.



Demikian, dikatakan Drg. Dhanni Gustiana, dokter gigi Puskesmas Seboro Krapyak-Kecamatan Banyu Urip yang baru saja menyelesaikan Post Graduate Course selama dua bulan mulai tanggal 4 Mei – 3 Juli 2008 ,di WHO Collaborating Centre di St Radboud University-Nijmegen, Belanda. Kesempatan tersebut diikuti oleh 11 negara (Indonesia, Belanda, Kamerun, Uganda, Irlandia, China, India, Nigeria, Dominika, Filipina dan Bolivia) dan beliau merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang lolos seleksi dan mendapat beasiswa. Program yang bertema Oral Health Care and Future Scenarios (New Concepts in Educations and Oral Care) memperkenalkan metode klinis dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan teknologi mutakhir namun dapat diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia.



Selanjutnya Drg. Dhanni menjelaskan, dari data yang ada pada WHO, terungkap bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dari Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan (peserta program) ternyata kondisi kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan yang terburuk. Hal ini terlihat dari data bahwa penyakit gigi dan mulut di Indonesia menempati prosentase terbesar, rendahnya kesadaran masyarakat yang ditandai dari jumlah kunjungan ke dokter gigi yang sangat rendah, serta dari jumlah karies (lubang gigi) yang mencapai 97.4 % pada anak-anak.



Keikutsertaannya dalam program ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Metode pembelajaran serta peralatan yang modern serta interaksinya dengan peserta dari Negara lain dapat menjadi bekal untuk mengaplikasikan ilmu di tanah air. Kebetulan pula makalah presentasi Indonesia yang berjudul The new perspective in preventive dentistry dianggap sebagai yang terbaik, sehingga mendapat kehormatan untuk dapat dimasukkan ke Extract Magazine yaitu majalah Universitas St Radboud. Makalah ilmiahnya pun menarik perhatian peserta serta staf pengajar di Universitas. “Insya Allah, metode ilmiah saya ini akan diujicobakan di Filipina, Uganda serta Belanda sendiri. Saya berharap dukungan pemerintah dan masyarakat”, tuturnya. (Sus)

OSIS SMA Negeri 6 Beri Bantuan Korban Kebakaran

WAJAH haru terpancar dari wajah Suwarti (43) dan puterinya Dewi Astuti (15), keluarga korban yang rumahnya ludes terbakar. Itu setelah para siswa dari OSIS SMA Negeri 6 Purworejo menjenguk dan memberikan dukungan kepada mereka, Kamis (21/8). Didampingi guru mereka Eny Ermaini SPd, mereka memberikan bantuan sebanyak 23 dus berisi pakaian pantas pakai, mie instan, gula, kopi, teh, dan beras 2,5 karung seberat 250 kg, serta sejumlah uang.


Bantuan tahap ketiga tersebut diberikan langsung oleh Ketua OSIS SMAN 6 Muhammad Mugnis Syakur kepada Dewi Astuti didampingi ibunya, di kediaman paman Dewi, Wagino Darmosuwito, di Kelurahan Sindurjan RT 03 RW 06 Purworejo. Saat ini, untuk sementara Dewi sekeluarga menumpang di rumah Wagino hingga menunggu rumahnya dibangun kembali.


"Saya merasa terharu dan bahagia atas bantuan yang mereka berikan. Semoga kebaikan mereka mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT," ujar Suwarti.


Sementara itu guru pendamping OSIS SMAN 6 Eny Ermaeni menyampaikan pesan kepala sekolahnya Drs Urip Raharjo MPd, agar Dewi tetap sekolah, belajar yang giat untuk mengejar cita-citanya. SMAN 6 tetap akan memberikan dukungan dan bantuan.


Dewi yang sempat trauma atas kejadian tersebut kini bisa tersenyum dan menceritakan pengalaman pahitnya. Awal terbakarnya rumahnya, waktu itu ia baru saja memasak sayur dan memasak air dengan menggunakan anglo dengan bahan bakar arang. Usai memasak, Dewi sempat mematikan api. Setelah itu ia pun tidur. Ia sempat mendengar suara klitik-klitik suara bara api.


"Mungkin ada percikan api membakar lincak bambu. Waktu itu belum ada api namun berupa bara," ujar Dewi. (Yun)

RSUD Saras Husada Ditarget Maju Tingkat Nasional

Rumah Sakit Unit Daerah (RSUD) Saras Husada hendaknya mempersiapkan diri mewakili Jawa Tengah dalam penilaian kinerja Unit Pelayanan Publik (UPP). Setidaknya dalam 2 tahun ke depan RSUD harus sudah betul-betul siap maju di tingkat nasional. Apalagi didukung dengan filosofi yang dikenal dengan pelayanan prima.


Target 2 tahun tersebut ditegaskan Asisten Deputi Meneg PAN Bidang Pelayanan Publik, Bambang Anom selaku ketua tim penilai kinerja UPP saat menilai dan meninjau langsung di RSUD Purworejo (25/7). Tim penilai yang terdiri 4 orang dari pusat dan 2 orang dari propinsi diterima Wakil Bupati Purworejo Drs H Mahsun Zain.


Bambang Anom merasa sangat yakin RSUD Purworejo akan menjadi yang terbaik dari unit-unit pelayanan yang lain. Berbekal manajemen pelayanan dan administrasi yang sudah ada, RSUD tinggal memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Kalau RSUD Purworejo betul-betul tekun, mungkin Purworejo akan menjadi percontohan di tingkat nasional. “Dua tahun kedepan kita bisa merubah Purworejo untuk apapun, kita siap membantu dan akan all out melebihi Ibu Ani Yudhoyono,” ujar Bambang dengan mantap.


Pelayanan publik yang sukses, menjadi prioritas pemerintah. Maka segala bentuk korupsi akan terus diberantas agar pelayanan publik bisa sukses untuk kepentingan masyarakat tanpa kecuali. Pelayanan yang didasari dengan pengabdian akan melahirkan pelayanan publik yang beriman. Bambang berharap agar RSUD selalu melakukan evaluasi dalam waktu 1 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan. Dalam evaluasi harus disertai dokumen dan adminstrasi yang jelas.


Direktur RSUD Purworejo Drg Gustanul Arifin MKes dalam paparannya menjelaskan tujuan pelayanan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Diantaranya menyediakan alat kesehatan yang lengkap, biaya berobat yang terjangkau, dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang sedang antri obat atau masyarakat yang rawat jalan. ”Saya berharap agar karyawan RSUD menjadi yang terbaik dimanapun berada. Jadi tukang amplop jadilah tukang amplop yang baik, jadi apapun dalam pekerjaannya jadilah yang terbaik,”harapnya.


Disamping mengutamakan pelayanan yang baik, Gustanul juga mempunyai program agar rumah sakit bersih dari kucing. Karena kucing yang kotor menyebarkan virus tokso, penyebar TBC dan sebagainya. Sehingga setiap 3 bulan sekali dilakukan razia kucing. Bagi karyawan rumah sakit yang berhasil menangkap kucing dan membawa keluar dari lokasi rumah sakit, akan mendapat honor 10.000 rupiah. Sebelumnya jika menangkap 1 kucing hanya diberi 3000 rupiah, lalu naik 7000 rupiah, dan sekarang menjadi 10.000 rupiah. (Pras)

Slamet Tergolek Tak Berdaya, Butuh Bantuan

Slamet Waluyo yang masih berusia 4 tahun, hanya bisa berbaring. Dia tergolek tak berdaya ditempat tidur yang beralaskan tikar. Slamet demikian nama panggilannya, tak pernah bisa bergembira dan bermain seperti anak-anak pada umumnya.

Anak yang lahir dari pasangan Karsimin (47) dan Ponidah (40) ini, menderita sejak umur 27 hari. Dalam usia yang belum genap sebulan itu, Slamet mengalami kejang-kejang sampai tidak bisa tumbuh normal. Sebab badannya lemas, nafasnya susah seperti banyak lendir, tidak bisa berbicara, dan pertumbuhan badannya sangat kurang. Makanan kesehariannya yang bisa ditelan hanya bubur nasi dan minum. Untuk makan dan minum pun harus ekstra hati-hati, karena mudah tersedak.


Beberapa kali Slamet yang tinggal di rumah sederhana di RT 2 RW I Desa Kunirejo Kulon Kecamatan Butuh, diperiksakan di RSUD Purworejo yang kemudian dirujuk ke RS Sarjito Jogja. “Sanjange doktere Sarjito, enten saraf otak ingkang soyo mengecil. Lajeng disaranke supados operasi,” ujar Ponidah yang didampingi Karsimin.


Tapi sampai usia 4 tahun ini, operasi yang disarankan tidak pernah terealisasi, karena terbentur biaya. Bahkan ketika opname di RS Sarjito, Slamet dibawa pulang paksa, meski Rumah Sakit belum megijinkan pulang. “Saking bangete pengin anak kulo mantun, namung betah biaya ingkang mboten sekedik. Kulo tiyang dusun mboten mampu, namung buruh tani penghasilan pas-pasan. Kulo namun pasrah mugi-mugi anak kulo saget mantun, wonten ingkang kerso mbantu mantunke,” harap Ponidah.


Kini Slamet hanya diperiksakan di Puskesmas yang tidak jauh dari rumahnya. Kejang yang diderita Slamet hingga saat ini masih rutin disandangnya. Munculnya kejang juga tidak tentu, kadang dalam sehari semalam bisa 3 sampai 4 kali. Jika kejang itu muncul, dengan segera diminumi obat dari Puskesmas, sehingga bisa sedikit mengurangi kesakitan Slamet. Setiap 15 hari, harus membeli obat yang diminum 3 kali sehari. Kartu JPS yang dimiliki tidak banyak membantu karena sebagian obat harus dibayar sendiri.


Slamet memimpikan tumbuh normal seperti teman sebayanya, bisa bercanda, bermain, dan bersekolah. Meski tidak bisa berbicara tetapi impian itu sangat jelas terlihat ketika ada yang datang menengoknya. Termasuk ketika tim anjangsana Kabupaten Purworejo memberikan bantuan.


Dari matanya Slamet ingin bercanda, dari gerak bibirnya dia ingin berbicara., dan dari gerak tangannya yang lemah dia ingin melakukan sesuatu. Tetapi semua itu belum pernah bisa terwujud karena ketiadaan dana. (Sus)

Sabtu, 20 September 2008

Setelah 60 Tahun Diusulkan, Jembatan Sembir Baru Terwujud

Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM, melakukan sujud syukur di tengah Jembatan sembir, (17/8) lalu. Hal tersebut dilakukannya usai meresmikan proyek pembangunan Jembatan Sembir senilai Rp 7 milliar. Jembatan yang terletak di atas Sungai Bogowonto itu, menghubungkan antara Desa Bugel (Kecamatan Bagelen) dengan Desa Purwodadi (Kecamatan Purwodadi), Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hal tersebut dilakukannya, mengingat perjuangan masyarakat untuk mewujudkannya sudah sangat panjang dan melelahkan. Kurang lebih 60 tahun lalu pengusulan pembangunan jembatan ini diajukan, namun baru dapat terwujud di masa pemerintahannya.

Kepala Dinas Kimprasda Kabupaten Purworejo, Ir. Harijadi mengatakan, pembangunan Jembatan Sembir dilakukan dalam dua tahap, selama dua tahun. Pada tahap pertama dilakukan pembangunan bagian bawah jembatan, yang dikerjakan pada tahun 2007 lalu, menggunakan biaya dari APBD II sebesar Rp 2,6 milliar. Sedangkan pembangunan bagian atas jembatan baru dapat dilakukan tahun 2008 ini, melalui APBD II Tahun 2008 sebesar Rp 4,4 milliar.


“Jembatan ini memiliki panjang 87 meter dengan lebar 7 meter. Selain itu jalan penghubung mulai dari perempatan Purwodadi-Pasar Krendetan (Jalan Raya Letnan Kemis-red) kini kondisinya sudah mulus, dengan aspal HRS,” kata Harijadi.


Dengan dibangunnya Jembatan Sembir maka diharapkan ke depan akan semakin meningkatkan roda perekonomian kedua wilayah. Disamping itu juga dapat menjadi jalur alternatif Bagelen-Purwodadi-Ngombol-Grabag-Kutoarjo. Jembatan ini juga akan menjadi pintu gerbang dari arah barat, terkait dengan Kecamatan Bagelen dalam waktu dekat ini akan dicanangkan sebagai Kecamatan Agropolitan.


Banyak orang yang menginginkan pembangunan Jembatan Sembir, terbukti tak sedikit orang yang melepaskan nadzar pada saat peresmian jembatan dilakukan. Ada yang berkeinginan bersepeda onthel dari Kutoarjo dan mengambil finish di Jembatan Sembir. Ada lagi yang ingin membagi-bagikan dagangan nasi peneknya pada peresmian itu. Kemudian seorang masyarakat asal desa setempat juga melakukan ritual unik, yakni dengan jalan merangkak dan berkalungkan ketupat menyusuri panjangnya jembatan hanya untuk sekedar melepaskan nadzar. Kemudian masyarakat juga menyumbangkan pertunjukan kesenian, untuk menghibur masyarakat setempat. Maka usai peresmian digelar Tari Tradisional Dolalak dari grup Dolalak Putri Puspasari (Desa Bugel, Kecamatan Bagelen). Malamnya juga digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan menampilkan dalang lokal Ki Rusmadi, dengan mengambil lakon Rama Tambak.


Belanda Tak Mampu Wujudkan Jembatan Sembir


Menurut salah satu tokoh masyarakat Desa Bugel, Suharmaji (54), pihak yang pertama kali merencanakan pembangunan Jembatan Sembir adalah Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1948, sebelum Perang Kemerdekaan I pecah di Pulau Jawa. Adapun alasan utama dibangunnya Jembatan Sembir pada masa itu, tak luput dari tipu muslihat, untuk mempermudah Belanda masuk ke wilayah RI. Suharmaji mengatakan, waktu itu jembatan ngandul (jembatan penghubung jalur utama Purworejo-Yogyakarta sekarang-red), belum dibangun. Sehingga jalur utama Purworejo-Yogyakarta masih harus melingkar lebih jauh melalui Cangkrep. “Belanda dengan dalih pertahanan keamanan perbatasan bersama dan ekonomi berencana membangun Jembatan Sembir. Mengingat waktu itu Sungai Bogowonto menjadi garis batas antara TNI (di sebelah Timur Sungai Bogowonto/Kecamatan Bagelen sekarang-red) dan Belanda (di sebelah Barat Sungai Bogowonto/Kecamatan Purwodadi-red),” ujarnya.


Namun ketika itu pecah Perang Kemerdekaan I, yang menyebabkan rencana pembangunan Jembatan Sembir terbengkalai. Padahal menurut Suharmaji, beberapa material bangunan telah ditumpuk di sana. Karena tak terurus, akhirnya material tadi hilang dengan sendirinya dan rencana pembangunan Jembatan Sembir-pun gagal total. Bermula dari sinilah, membuat masyarakat terus berupaya untuk membangun Jembatan Sembir. Namun karena keterbatasan dana, upaya tersebut tak kunjung terlaksana. Barulah pada tahun 1950 aspirasi masyarakat tadi direspon oleh pemerintah daerah. Pemerintah akhirnya membangun tempat tersebut sebagai tempat penyeberangan, dengan menggunakan perahu.


Suharmaji lebih jauh bercerita, orang yang mengoperasikan perahu tadi diangkat menjadi PNS. Mereka diantaranya bernama Parjono, Toha Jiwo Sarjono, Abu Sujak dan Suharjo. Barulah pada tahun 1996 pengelolaannya diserahkan kepada desa setempat. Pernah juga ada investor dari Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang membangun jembatan kecil di sana dan dijuluki sebagai jembatan komersial. Pengelola jembatan tersebut diperbolehkan menarik uang kepada orang yang melewatinya dan setiap bulannya harus menyerahkan bagi hasilnya kepada desa sebesar Rp 100 ribu. Namun jembatan komersial tadi tidak bertahan lama, kurang lebih hanya 2 bulan, karena kontruksi bangunannya kurang kuat, sehingga mudah hanyut terbawa arus Sungai Bogowonto yang terkenal sangat deras itu.


Tuntutan masyarakat dalam mengusulkan pembangunan Jembatan Sembir tak hanya berhenti sampai di sini. Dengan tanpa mengenal lelah mereka terus berupaya untuk mewujudkannya. Bahkan beberapa tokoh masyarakat Desa Bugel beserta kepala desanya pernah menyampaikan secara langsung proposal pembangunan Jembatan Sembir ke Departemen PU pusat Jakarta. “Dahulu memang pernah dijanjikan oleh Bupati semasa dijabat oleh Drs. H Goernito, namun belum terealisasi karena masa jabatannya sudah berakhir. Pada masa pemerintahan H Marsaid, SH, MSi, pembangunan Jembatan Sembir dihapuskan dari draf skala prioritas. Namun di masa akhir jabatan Marsaid pernah menjanjikan akan membangun jembatan gantung di sana,” ujarnya. “Barulah pada masa pemerintahan H Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM, Jembatan Sembir dapat terwujud. Saya menilai ini adalah karya besar dan monumental yang tak akan pernah dilupakan di masa pemerintahan siapa Jembatan Sembir itu dibangun,” imbuhnya. (Yul)

Selasa, 02 September 2008

6 Pejabat di Lingkungan Polres Purworejo Dimutasi

Usai memimpin pemusnahan miras, mengambil tempat di halaman Mapolres Purworejo, Kapolres Purworejo AKBP Drs. Imran Yunus, MH menjadi inspektur upacara serah terima jabatan (sertijab) pejabat di jajaran Polres Purworejo, Sabtu (30/8). Ada 6 pejabat yang di mutasikan, yakni meliputi Kepala Bagian (Kabag) OPS, Kapolsek Purwodadi, Kapolsek Loano, Kapolsek Kaligesing, Kapolsek Bayan dan Kapolsek Grabag.

Kabag OPS lama Kompol Muhammad Fahrudin, SH diserah terimakan kepada pejabat baru Kompol Edi Subroto, SH. Kemudian Kapolsek Purwodadi dari pejabat lama AKP Kitfirul Aziz diserah terimakan kepada pejabat baru AKP Yudi Ruslan. Sementara itu untuk Kapolsek Loano dari pejabat lama AKP Yudi Ruslan diserah terimakan kepada pejabat baru AKP Kitfirul Aziz. Kapolsek Kaligesing sekarang dijabat oleh AKP Imam Rochadi, menggantikan pejabat lama AKP Hartono, yang kini menjabat sebagai Kapolsek Bayan. Terakhir AKP Eko Sukirno menempati jabatan baru sebagai Kapolsek Grabag, sedangkan pejabat lama AKP Baryono ditarik ke Polwil Kedu.


Kapolres Purworejo AKBP Drs. Imran Yunus, MH dalam sambutannya mengatakan, mutasi di jajaran Polri adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Itu merupakan panggilan tugas yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. “Hal ini jangan dibesar-besarkan, mutasi di jajaran Polri itu sudah hal yang biasa,” ujar Imran. (Eko Mulyanto)

Polres Purworejo Musnahkan 3.028 Botol Miras

Sebanyak 3.028 botol minuman keras (miras) dari berbagai merk, 2 derigen tuak oplosan masing-masing isi 30 liter, Sabtu (30/8) dimusnahkan oleh jajaran Polres Purworejo. Pemusnahan dengan mengambil tempat di Jl. Proklamasi Purworejo (sebelah selatan Alun-alun Besar Purworejo-red) itu, merupakan hasil Operasi Pekat dan Cipta Kondisi 2008. Operasi ini rutin digelar oleh jajaran Polres Purworejo selama 8 bulan terakhir, yakni mulai bulan Januari-Agustus 2008.

Dalam sambutannya, Kapolres Purworejo Drs. Imran Yunus, MH mengatakan, tak ada ampun untuk segala macam penyakit masyarakat, termasuk di dalamnya miras. “Polri khususnya Polres Purworejo tidak akan berhenti sampai di sini. Ke depan akan terus melaksanakan razia, baik pada penjual, maupun pengguna miras. Dengan terus menerus dilakukan operasi diharapkan masyarakat akan sadar betapa bahayanya penggunaan mirasitu. Tak hanya membahayakan kesehatan penggunanya saja, namun juga membahayakan bagi ketentraman lingkungannya,” papar Imran.


Imran lebih jauh mengatakan, dalam operasi tadi sejumlah 42 orang telah diajukan ke meja hijau dengan amar putusan No. 41-91/Pit. c/2008 Pengadilan Negeri (PN) Purworejo. Adapun denda yang dikenakan bagi terpidana sebanyak itu sebesar Rp 18.700.000,00 dan biaya perkara sebesar Rp 116 ribu.


Secara rinci miras yang dimusnahkan meliputi Anggur 5000 Gemini 498 botol, Anggur Merah 647 botol, Anggur Kolesom 624 botol, Anggur Putih 401 botol, New Port 336 botol, Anggur Beras Kencur 252 botol, Anggur Buah Rema 48 botol, Anggur Barbara 48 botol, Anggur Ketan Hitam 48 botol, Topi Miring 36 botol, Arak Putih 12 botol, Mension Hause 66 botol, Ice Land 10 botol, oplosan 2 botol dan tuak oplosan 2 derigen masing-masing isi 30 liter.


Turut menyaksikan pemusnahan miras tersebut, Wakil Bupati Purworejo Drs. H Mahsun Zain, Ketua DPRD Purworejo Angko Setiyarso Widodo, Muspida, Ulama, MUI, LSM dan unsur masyarakat. (Eko Mulyanto)

20 Pelajar Badung Terjaring Razia

Untuk kedua kalinya di tahun ini, jajaran Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo bekerjasama dengan pihak Kepolisian, Kesbanglinmas dan Satuan Polisi Pamong Praja menggelar razia pelajar, Senin (25/8) lalu. Adapun tempat-tempat yang dirazia petugas gabungan meliputi warung internet, pasar, tempat plays station dan tempat mangkal pelajar. Razia ini dilaksanakan pada saat jam pelajaran sekolah sedang berlangsung, tak ada ampunan bagi pelajar yang terjaring dan tidak membawa surat ijin dari sekolah mereka ditangkap dan dibawa menggunakan truk milik Polri.


Sebanyak 20 pelajar terjaring dalam razia ini. banyak juga pelajar yang melarikan diri saat petugas mendekati mereka, namun berkat kesigapan aparat banyak diantaranya yang kembali tertangkap. Dari ke-20 pelajar tadi, 6 diantaranya terjaring di Kota Purworejo dan sisanya 14 siswa terkena razia di Kota Kutoarjo. Parahnya 8 pelajar merupakan perempuan, sedangkan 12 pelajar laki-laki. Sebagian besar dari mereka adalah siswa SMU dan SMK. Untuk selanjutnya mereka dibawa dengan truk milik Polri ke kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo untuk didata dan diberi pengarahan sebelum diserahkan ke pihak sekolah.


Menurut Kasi Pembinaan Pemuda dan Olah Raga (Binmudora) Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo, Ery Prayitno, hal itu dilakukan sebagai shock terapy bagi para pelajar yang melanggar peraturan jam pelajaran, namun razia ini tetap mengacu pada jenis razia yang bersifat edukatif. "Pelajar yang terjaring ini akan kami serahkan kepada sekolah masing-masing agar mereka dibina lebih lanjut," kata Ery. “Paling tidak hal ini akan menjadi perhatian bagi pelajar lainnya, yang nantinya akan menimbulkan efek jera,” imbuh Ery. (Yan)

Setelah 45 Tahun Jembatan Sembir Baru Terwujud

Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM, melakukan sujud syukur di tengah Jembatan sembir, (17/8) lalu. Hal tersebut dilakukannya usai meresmikan proyek pembangunan Jembatan Sembir senilai Rp 7 milliar. Jembatan yang terletak di atas Sungai Bogowonto itu, menghubungkan Desa Bugel (Kecamatan Bagelen) dengan Desa Purwodadi (Kecamatan Purwodadi), Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Mengingat perjuangan masyarakat untuk mewujudkannya cukup panjang dan melelahkan. Kurang lebih 45 tahun pengusulan pembangunan jembatan ini sudah diajukan, namun baru terwujud di masa pemerintahan Kelik.

Kepala Dinas Kimprasda Kabupaten Purworejo, Ir. Harijadi mengatakan, pembangunan Jembatan Sembir dilakukan dalam dua tahap, selama dua tahun. Pertama dilakukan pembangunan bagian bawah jembatan dikerjakan pada tahun 2007 lalu menggunakan biaya dari APBD II sebesar Rp 2,6 milliar. Sedangkan pembangunan bagian atas jembatan dilakukan tahun ini melalui APBD II Tahun 2008 sebesar Rp 4,4 milliar.


“Jembatan ini memiliki panjang 87 meter dengan lebar 7 meter. Selain itu jalan penghubung mulai dari perempatan Purwodadi-Pasar Krendetan (Jalan Raya Letnan Kemis-red) kini kondisinya telah mulus, dengan aspal HRS,” kata Harijadi.


Dengan dibangunnya Jembatan Sembir maka diharapkan ke depan akan semakin meningkatkan roda perekonomian kedua wilayah. Disamping itu juga dapat menjadi jalur alternatif Bagelen-Purwodadi-Ngombol-Grabag-Kutoarjo. Jembatan ini juga akan menjadi pintu gerbang dari arah barat, sehubungan Kecamatan Bagelen dalam waktu dekat ini akan dicanangkan sebagai Kecamatan Agropolitan.


Banyak orang yang menginginkan pembangunan Jembatan Sembir, terbukti tak seikit orang yang melepaskan nadar pada saat peresmian jembatan dilakukan. Ada yang berkeinginan bersepeda onthel dari Kutoarjo dan mengambil finish di Jembatan Sembir. Ada lagi yang ingin membagi-bagikan dagangannya berupa nasi penek pada peresmian itu. Kemudian masyarakat juga menyumbangkan pertunjukan kesenian, untuk menghibur masyarakat setempat. Maka usai peresmian digelar Tari Tradisional Dolalak dari grup Dolalak Putri Puspasari (Desa Bugel, Kecamatan Bagelen). Malamnya juga digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan menampilkan dalang lokal Ki Rusmadi, dengan mengambil lakon Rama Tambak. (Mul)

Sabtu, 30 Agustus 2008

Setelah Lama Kucing-kucingan Dengan Wartawan, Panitia Bagus-Roro Akhirnya Angkat Bicara

Panitia Pemilihan Bagus-Roro Kabupaten Purworejo 2008 akhirnya mau bicara. Atas nama seluruh panitia, Ketua I Drs. Sumarno di hadapan wartawan menyatakan diri bertanggung jawab atas insiden kecelakaan jatuhnya seorang penonton dari tribun, pada Malam Grand Final Bagus-Roro, Sabtu (9/8) lalu. Sebagai bentuk rasa tanggung jawab tersebut, biaya pengobatan korban selama dirawat di RSUD Saras Husada Purworejo ditanggung oleh pihak panitia penyelenggara.


“Panitia menanggung biaya perawatan korban. Alhamdulillah masalah ini juga bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” kata Sumarno. “Korban selama menjalani perawatan, ditempatkan di Bangsal Pavilliun RSUD Saras Husada Purworejo, selama empat hari. Kini kondisinya sudah berangsur-angsur sembuh, sementara itu pihak keluarga tidak menuntut apapun dari panitia penyelenggara,” imbuhnya.


Total biaya selama korban dirawat di RSUD Saras Husada Purworejo adalah sebesar Rp 2.648.000,00. Namun pihak panitia tidak menanggung biaya keseluruhan, hanya mengeluarkan bantuan dana sebesar Rp 1,5 juta. Hal tersebut dikarenakan terkurangi oleh Askes (orang tua korban ikut Askes-red) sebesar Rp 700 ribu dan asuransi siswa sebesar Rp 400 ribu. “Orang tua korban hanya mengeluarkan uang cash sebesar Rp 48 ribu,” ujar Sumarno.


Namun demikian insiden tersebut bisa menjadikan bahan evaluasi penyelenggaraan event serupa di masa mendatang. Paling tidak berani mengadakan acara juga harus menjamin keselamatan para penontonnya. Bahkan beberapa pihak menyarankan adanya asuransi kecelakaan bagi para penontonnya. Di samping itu kondisi GOR WR Soepratman yang kurang memungkinkan untuk diadakan event dalam waktu dekat ini, menjadikan rekomendasi bagi pihak-pihak yang telah berencana menggelar event di tempat trsebut. (Eko Mulyanto)

Peringati HUT Kemerdekaan Dengan Lomba Gropyok Tikus

Kegiatan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-63, Desa Bubutan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah tergolong unik dan langka. Mereka menggelar sebuah kegiatan yang jarang dilakukan di daerah lain. Kegiatan tersebut berupa lomba gropyok tikus. Spontan saja kegiatan tersebut menyedot perhatian banyak pihak termasuk di dalamnya para kuli tinta. Mereka rela berlarian di pematang sawah dan bongkahan tanah kering mengikuti kemana warga mengejar larinya si tikus.


Lomba itu digelar, Sabtu (16/8) lalu, diikuti oleh 9 grup dengan masing-masing grup beranggotakan 6 orang. Lomba tersebut diberangkatkan oleh Kepala Desa Bubutan Ir. Agus Wahyono pukul 08.00 WIB. Sembilan grup pemburu tikus tadi hanya diberi waktu 3 jam untuk mengumpulkan hasil buruannya kepada panitia. Dan lomba ditutup pada pukul 11.00 WIB, bagi grup yang memperoleh tikus terbanyak akan dinobatkan menjadi sang juara.


Adapun lokasi sawah yang menjadi tempat perburuan itu hanya dibatasi sawah di wilayah Desa Bubutan, yang luasnya mencapai 70 hektar. Menurut penuturan Agus, disamping langka dan unik, lomba ini dipilih oleh panitia karena akhir-akhir ini banyak keluhan yang disampaikan oleh warganya terhadap menggilanya hama tikus di sawah mereka. Bahkan hasil panen kemarin (akhir bulan Juli 2008-red) rata-rata petani hanya bisa membawa pulang hasil panenan 70%-nya saja. Sedangkan 30% sisanya habis disikat oleh hama tikus. “Ternyata hama tikus tidak hanya memakan padi milik petani, namun ketika kini di tanami palawija, juga tak bisa terhindar dari serangan tikus,” tuturnya.


Padahal menurut Agus, saat ini dari luas keseluruhan 70 hektar tadi, 40 hektarnya kini ditanami palawija. Seperti cabai, bawang merah, jagung, kacang tanah, melon dan lain sebagainya. “Selain buahnya, tikus-tikus tadi juga memakan batang muda dari tanaman palawija. Tak heran jika aksi membabibuta tersebut membuat sejumlah petani geram,” ujar Agus.


Wajar jika warga masyarakat yang ikut dalam perlombaan ini memiliki semangat 45 untuk memburu tikus. “Saya menyambut baik diadakannya acara ini, sebab selain ingin memperoleh hadiah, sekaligus juga ikut membasmi hama yang selama ini mengganggu tanaman kami,” ujar salah seorang peserta. Sepertinya genderang perang terhadap tikus sudah ditabuh, terbukti dalam waktu 3 jam yang disediakan oleh panitia penyelenggara, peserta mampu memperoleh 654 ekor.


Akhirnya juara pertama lomba gropyok tikus dimenangkan oleh grup Sudono, dengan perolehan 152 ekor. Juara kedua diraih oleh grup Sukiman, dengan perolehan 135 ekor. Sedangkan Grup Junaryo yang memperoleh 118 ekor menempati urutan ketiga. (Sus)

GOR WR Soepratman Tak Layak Lagi Untuk Penyelenggaraan Event

Tim investigasi akhirnya turun ke lapangan, guna mengadakan penyelelidikan di GOR WR Soepratman Purworejo. Hal itu dilakukan terkait dengan terjadinya insiden terjatuhnya Darmawati Susanti (17) siswa kelas 1 SMA Negeri 7 pada acara Malam grand final Bagus-Roro, Sabtu (9/8) lalu. Tim menemukan konstruksi GOR WR Soepratman saat ini sudah tidak layak untuk dijadikan tempat menggelar event. Sudah terdapat beberapa kerusakan di berbagai tempat namun belum diperbaiki.

Sementara itu petugas jaga GOR WR Soepratman kepada WB menerangkan, bahwa sepengatahuannya sejak GOR dibangun dan diresmikan pada tahun 1987 silam, hingga sekarang belum pernah dilakukan renovasi ulang. Hingga kini umur bangunan tersebut sudah 21 tahun, wajar jika di beberapa bagian gedung sudah terdapat kerusakan. “GOR WR Soepratman ini sudah berumur 21 tahun. Waktu itu dibangun pada tahun 1987, seingat saya hingga sekarang belum pernah dilakukan renovasi ulang,” ujar Sukirman.


Kabid Pemuda dan Olah Raga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purworejo, MGS. Sukusyanto tak mengelak dengan kondisi GOR WR Soepratman saat ini. Dia juga mengaku sangat prihatin atas kondisi tersebut. “Mau bagaimana lagi wong tidak ada anggaran untuk perawatan. Sementara itu beberapa bagian gedung sudah mulai rusak. Meski ada anggaran selama ini, namun hanya cukup untuk bayar listrik, air dan mengecat gedung,” ujarnya.


Wajar jika banyak pihak sekarang menuntut kepada Pemkab Purworejo dan DPRD untuk memperhatikan alokasi pendanaan renovasi ulang GOR WR Soepratman. Sebab dari data yang ada, tak sedikit pihak yang telah mengajukan ijin mennyelenggarakan event di sana. Jangan sampai insiden serupa terulang kelak dikemudian hari. (Pras)

RW 01 Desa Bubutan Juara I Bersih Lingkungan Tingkat Nasional

Kurang lebih 12 tahun lalu, Desa Bubutan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah merupakan sebuah desa yang paling kotor di Kecamatan Purwodadi. Hal tersebut menjadikan rasa keprihatinan tersendiri bagi para tokoh desa itu, dengan tekad dan semangat pantang surut berusaha keras agar Desa Bubutan terlihat cantik dan bersih. Semua cara ditempuh, termasuk di dalamnya memberikan pengertian tentang bagaimana hidup sehat di lingkungan yang bersih mulai dari anak-anak kecil. Atau istilah kerennya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sejak kecil ditanamkan rasa tanggung jawab yang besar untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan. Ternyata itulah yang menjadi kunci sukse Desa Bubutan dalam menyulap ‘wajah desa’ yang semula kotor dan tampak kumuh, kini menjadi bersih dan cantik.

Hal tersebut diutarakan oleh Ketua BPD Bubutan, Atas S Danusubroto (60), kepada WB usai menerima penghargaan juara I tingkat nasional Anugerah Hijau kategori bersih lingkungan, Minggu (10/8) lalu. Bertempat di Pelataran Parkir Keong Mas Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta. RW 01 Desa Bubutan selain mendapatkan award dari penyelenggara Sampoerna Hijau, juga menerima hadiah berupa uang tunai sebesar Rp 30 juta. “Tidak ada istilah lelah mengingatkan pada warga agar tetap menjaga kebersihan lingkungan. Entah itu dipertemuan RT, arisan ibu-ibu maupun lewat jalur pendidikan. Di RW 01, menjaga kebersihan lingkungan merupakan bagian dari PAUD,” ujar Atas. “Maka jangan heran jika anak usia 3 tahun sudah dapat ikut menjaga kebersihan lingkungan dan memilah-milah sampah. Sekarang masyarakat sudah sadar, pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dimulai dari rumah kita sendiri dan sekitarnya. Sehingga menjaga kebersihan lingkungan sudah menjadi sebuah tradisi di Bubutan,” imbuhnya.


Sementara itu Kepala Desa Bubutan Ir. Agus Wahyono menerangkan, 12 tahun silam petani di desanya harus mndatangkan pupuk kandang dari luar desa. Kebutuhan akan pupuk itu bisa mencapai 60-100 ton setian tanam palawija di musim kemarau. Pupuk sebanyak itu untuk memupuk lahan seluas 35 hektar dari 70 hektar sawah yang ditanami palawija. Sebab di Desa Bubutan jarang diketemukan pupuk kandhang, jarang warga masyarakat Desa Bubutan yang memelihara sapi maupun kambing. Sekarang kebutuhan pupuk itu bisa berkurang, dari kompos hasil olahan para petani Desa Bubutan sendiri. “Sekarang di setiap rumah warga sudah tersedia 3 tempat sampah plastik. Masing-masing bertuliskan kertas, plastik dan kaca, gunanya untuk memilah-milah sampah yang berasal dari limbah rumah tangga. Selain memudahkan dalam membuang sampah, juga memudahkan kita untuk mengambil sampah yang sekiranya masih bisa didaur ulang untuk bahan kerajinan,” kandhane Agus. “Sedangkan untuk sampah daun dan sampah lainnya yang bisa membusuk, dibuatkan lubang tersendiri di tanah pekarangan rumah. Sampah tadi lantas dibuat sebagai pupuk kompos, di musim kemarau bisa dipergunakan untuk pupuk tanaman palawija di sawah. Paling tidak dapat mengurangi biaya produksi pembelian pupuk dari luar desa,” imbuhnya.


Ya dari perjuangan berat serta membiasakan menjaga kebersihan mulai dari diri sendiri, lingkungan rumah, lingkungan RT, lingkungan RW hingga sekarang sampai pada lingkungan tingkat desa, membawa RW 01 Desa Bubutan meraih penghargaan nasional. Menyingkirkan 52 RW se-Indonesia dari 30 kota di tataran tingkat nasional. Selain RW 01 Desa Bubutan yang meraih juara I (mewakili area DIJ selatan-red), ada juga RW 08 dan RW 09 Kelurahan Krobokan Semarang Barat menduduki juara II (mewakili area Semarang-red) serta RW 05 Kelurahan Samaan Kecamatan Klojen Kota Malang (mewakili area Malang-red) menduduki juara III.


Dalam kategori Hijau Lingkungan juara I RW 01 Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang, juara II RW 02 dan RW 06 Kelurahan Bulu Lor Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang serta juara III RW 07 Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegal Barat Kota Tegal. Sedangkan kategori Taman Lingkungan, yang duduk sebagai juara I yaitu RW 02 Kelurahan Ngesrep Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, RW 05 Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang mendapatkan juara II dan RW 02 Kelurahan Cipedak Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan menjadi juara III. Penghargaan khusus untuk kepeloporan, juara I jatuh pada Ibu Wahyuningsih dari RW 05 Kelurahan Sampangan, juara II Ibu Ima dari RW 08 Sumber Taman Probolinggo dan juara III disabet oleh A Syarifuddin dari RW 01 Rong Tengah Sampang.


Sementara itu penghargaan khusus untuk kategori spirit warga juara I digondol RW 01 dan RW 02 Rong Tengah Sampang, RW 03 Sindurjan Purworejo mendapatkan peringkat II serta juara III disabet oleh RW 16 Cigugur Tengah Cimahi. Total jumlah penghargaan yang diserahkan dalam acara tersebut ada 15 award. Selain tanda penghargaan berupa tropi, bagi yang menang juga diberikan uang pembinaan sebesar Rp 30 juta untuk juara I, Rp 20 juta untuk juara II dan juara III menerima Rp 10 juta. Sedangkan kejuaraan kategori spirit warga hanya mendapatkan uang pembinaan masing-masing sebesar Rp 5 juta. (Eko Mulyanto)

Terkait Insiden di GOR, Panitia Penyelenggara Malam Grand Final Bagus-Roro Dipanggil Polisi

Terkait insiden terjatuhnya seorang penonton, Darmawati Susanti (16) siswi kelas 1 SMA Negeri 7 Purworejo, pada acara Malam grand final Bagus-Roro Kabupaten Purworejo, Sabtu (9/8) lalu, Ketua I Panitia tersebut, yakni Drs. Sumarno dipanggil pihak kepolisian. Sumber WB yang dapat dipercaya di Polres Purworejo mengatakan, Sumarno dimintai keterangan di Mapolres Purworejo, sebagai saksi pada kejadian tadi. Belum ada penetapan tersangka dalam kasus itu. Hingga laporan ini diturunkan pihak kepolisian mengaku masih terus mengorek keterangan dari para saksi termasuk di dalamnya panitia penyelenggara.

Pemanggilan itu guna mengetahui ada atau tidaknya indikasi kelalaian panitia penyelenggara dalam mempersiapkan event Malam grand final Bagus-Roro Kabupaten Purworejo 2008. Bahkan pihak kepolisian juga melakukan peninjauan lokasi terjatuhnya seorang penonton yang menyebabkan luka memar di tubuh bagian kanan dari pergelangan tangan hingga pantat.


Sementara itu beberapa pihak tetap mengecam keras, ketidakprofesionalan panitia penyelenggara. Sebab pihak PMI yang ditunjuk sebagai seksi P3K saja, tidak diberi mandat untuk menurunkan tim medisnya. Mereka mengaku hanya mendapat surat tembusan dari panitia penyelenggara agar memantau acara tersebut. Pihak panitia juga terkesan membiarkan para penonton yang dengan sengaja menghentakkan kaki ke lantai tribun yang terbuat dari papan kayu. (Pras)

Penipuan Berkedok MLM Pensiunan PNS Dilaporkan ke Polisi

Seorang pensiunan PNS bernama Drs. Paryono warga Kelurahan Cangkreplor RT 02/RW 03, Kecamatan/Kabupaten Purworejo, terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib. Pasalnya dia dilaporkan telah melakukan penipuan terhadap anggota usaha Multi Level Marketing (MLM) yang didirikannya. Apes, usaha tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Sehingga banyak anggota yang merasa dirugikan, padahal usaha ini telah diikuti oleh 300-an anggota dan dana yang terkumpul di perusahaan itu sekitar Rp 150 juta.

Kapolres Purworejo AKBP Drs. Imran Yunus, MH melalui Kasat Reskrim AKP Suliyanto membenarkan adanya laporan tersebut. Sementara itu Bambang Priyono warga Jl. Pramuka 62 Purworejo, yang juga merupakan patner kerja Paryono kini masih dalam pengejaran polisi. Diduga dana yang masih ada di perusahaan tadi, sebesar Rp 150 juta ikut dibawa kabur Bambang.


Suliyanto lebih jauh mengatakan, perusahaan MLM itu bernama CV Bersatu Sejahtera Bersama (BSB). Didirikan olah Paryono dan Bambang pada tanggal 8 Januari 2008 lalu. Adapun kantornya berada di rumah kediaman Paryono di Cangkreplor, Purworejo. Usaha MLM ini bergerak di bidang pelunasan kredit secara cepat, bagi para anggotanya.


Sehingga anggota MLM ini adalah mereka yang memiliki kredit sepeda motor yang belum lunas. Anggota diiming-imingi kreditnya akan dilunasi oleh CV BSB ketika angsuran kreditnya sudah mencapai 10 kali. Bagi calon anggota diminta untuk membayar uang pangkal sebesar Rp 750 ribu. Selain harus menunjukkan akhad kredit sebagai bukti untuk menjadi anggota, juga diwajibkan dapat membawa 6 orang untuk menjadi anggota baru CV BSB.


Sehingga uang yang masuk ke CV BSB sebesar Rp 5.250.000,00, setelah itu barulah anggota tadi mendapatkan honor sebesar Rp 1,5 juta. Barulah anggota tadi mendapatkan Surat Penjaminan Subsidi Kemitraan (SPSK) dari CV BSB dan yang bersangkutan dijanjikan kreditnya akan dilunasi setelah mencapai 10 kali angsuran.


Anehnya tersangka Paryono saat dimintai keterangan polisi mengaku tidak tahu menahu perihal kasus macetnya pembayaran uang kepada para anggotanya. Katanya semua yang mengurusi adalah Bambang, “Saya tidak tahu menahu tentang kasus macetnya bisnis ini. Semua yang mengurus adalah Pak Bambang,” ujarnya kalem. “Yang saya ketahui dana anggota yang seharusnya masih ada di perusahaan sebesar Rp 150 juta,” imbuhnya. Sementara itu dari data yang ada ternyata anggota MLM CV BSB tak hanya dari lokal Purworejo. Namun ada juga yang berasal dari Temon (Kulonprogo), Wonosobo, Salaman (Magelang), Kebumen, Jember (Jawa Timur) dan Temanggung. (Eko Mulyanto)

Malam grand final Bagus-Roro Nyaris Menelan Korban, Panitia Dinilai Tidak Profesional

Malam grand final Bagus-Roro Kabupaten Purworejo, Sabtu (9/8), diwarnai sebuah insiden dan nyaris memakan korban. Darmawati Susanti (16) siswi SMA Negeri 7 Purworejo terjatuh dari tribun paling atas, hingga menembus eternit di bawahnya dan terjatuh di teras luar dari ketinggian sekitar 6 meter. Tribun yang terbuat dari papan kayu itu tidak mampu menahan beban penonton yang memadati tribun.

Korban saat itu juga langsung dilarikan ke RSUD Saras Husada Purworejo untuk mendapatkan pertolongan medis. Beberapa luka lecet dan memar akibat benturan terlihat dibeberapa bagian tubuh korban. Berdasarkan pengamatan WB di lokasi kejadian, pada saat berlangsungnya event tahunan itu, penonton tampak memadati tribun. Mereka banyak yang berjingkrak-jingkrak untuk memberikat dukungan kepada peserta yang dijagokan. Kondisi di dalam GOR cukup gaduh dan didominasi oleh suara hentakan kaki penonton pada dasar tribun yang terbuat dari papan kayu tersebut. “Disela-sela suara keramaian itu terdengar jeritan seorang perempuan, tak tahunya ada yang jatuh dari tribun paling atas,” tukas seorang penonton.


Sementara itu orang tua korban Teguh Santoso (48), saat dihubungi WB mengaku sangat kaget mendengar putrinya mendapat kecelakaan. Dirinya mengaku belum mempunyai rencana apa-apa untuk menindaklanjuti masalah tersebut. “Saya belum tahu akan berbuat apa, namun yang paling pokok anak saya bisa cepat tertolong,” ujar Teguh kepada wartawan.


Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Purworejo Ir Rachmadi Setiawan belum dapat dikonfirmasi. Orang nomor satu di Disbudpar itu terkesan selalu menghindari wartawan. Bahkan saat beberapa wartawan yang ingin menghubunginya lewat hand phone, tidak mau menerima bahkan langsung dimatikan.


Beberapa pihak menilai panitia penyelenggara tidak professional. Bahkan diduga tidak melakukan tindak antisipasi sedini mungkin. Terbukti pihak keamanan yang dilibatkan dalam acara tersebut minim sekali, demikian pula dengan penyediaan P3K. bahkan pihak panitia seolah menutup-nutupi jumlah penonton yang memadati GOR WR Soepratman malam itu. Jumlah penonton yang diperkirakan mencapai lebih dari 2.500 orang, oleh pihak panitia diklaim hanya ada 2.000 pengunjung. Sementara itu jumlah tiket yang terjual hanya sekitar 1.800 lembar, dengan harga per lembarnya Rp 10 ribu. (Pras)

Sabtu, 16 Agustus 2008

Paseban Bagelen Garap Seni Pesta Rakyat BRI

Sanggar Kesenian Paseban Bagelen kembali dipercaya untuk menggarap acara pentas seni Pesta Rakyat BRI Purworejo, (9-10/8) lalu. Kepercayaan tersebut tak luput dari berbagai prestasi tingkat daerah maupun nasional yang diraih oleh berbagai pihak dengan melibatkan garapan Sanggar Seni Paseban Bagelen selama ini.

Seperti baru-baru ini menghantarkan tim kesenian SMU Negeri 7 Purworejo menjadi juara dalam ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N). Demikian juga Sanggar Paseban Bagelen pimpinan Riyanto Purnomo juga telah menghantarkan tim SMP Negeri 17 Purworejo menjadi juara 1 se-eks Karesidenan Kedu dan juara 3 se-Jawa Tengah dalam Olimpiade Seni SMP se-Jawa Tengah Tahun 2008.


Dalam Pesta Rakyat BRI tersebut Sanggar Kesenian Paseban Bagelen, selain dipercaya menggarap acara pentas seninya, juga menurunkan kelompok musiknya untuk mengisi jingle opening-nya. Adapun beberapa kelompok kesenian tradisional khas Kabupaten Purworejo, yang turut digandheng untuk mengisi acara meliputi Dolalak Putri Puspasari (Desa Bugel, Kecamatan Bagelen), Kuda Kepang Krida Budaya (Desa Soko, Kecamatan Bagelen) dan Cekok Mondol (Desa Ngasinan, Kecamatan Bener).


Riyanto Purnomo kepada WB menuturkan, dalam waktu dekat ini pihaknya juga sedang dipercaya untuk menggarap koreografi beberapa kelompok kesenian tradisional dalam berbagai event. Baik yang bersifat lokal, maupun nasional. Nothing Imposible (tak ada yang tak mungkin), demikian motto peraih juara II Pemuda Pelopor tingkat Nasional tahun 2007 ini. (Eko Mulyanto)

Kesal Penanganan Berlarut-larut, Warga Segel Balai Desa

Lambatnya penanganan pencopotan Sekdes Wareng, Kecamatan Butuh, yang diduga melakukan tindak asusila menjadikan warga marah. Selang sehari usai melakukan aksi demo di balai desa setempat Rabu (23/7), masyarakat Desa Wareng menggeruduk Pendopo Rumah Dinas Bupati Purworejo, Kamis petang (24/7) lalu. Mereka diterima oleh Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, S.Sos, MM. Tuntutan meraka sudah bulat, Bupati harus mencopot jabatan Sekdes Wareng dari tangan Basuki Pujo Raharjo secepatnya.

Namun karena pencopotan tersebut belum juga dilakukan, Warga Desa Wareng dengan menggunakan truk kembali mendatangi Kantor Kecamatan Butuh untuk kembali menyampaikan tuntutannya, Selasa (29/7). Kedatangan mereka ditemui oleh Camat Butuh Drs. Wahyu Jaka S. Pada kesempatan itu Wahyu Jaka S memberi keterangan bahwa kasus Sekdes Wareng masih diproses. “Saat ini kasusnya sedang ditangani oleh Bawasda, kami mohon warga untuk bersabar, percayakan penanganannya sesuai dengan prosedur yang ada,” kata Jaka.


Berdasarkan sumber informasi yang dapat dipercaya di Kantor Kecamatan Butuh, Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo pada saat itu sedang berada di salah satu ruangan Kantor Kecamatan Butuh. Ia sedang menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Bawasda Kabupaten Purworejo. Sementara itu seorang perempuan yang diduga kuat teman kencan Basuki, pada waktu yang sama juga tengah menjalani pemeriksaan oleh Bawasda. Pemeriksaan teman kencan Basuki dilakukan di Kantor Kecamatan Kutoarjo, mengingat sang perempuan tadi merupakan salah satu warga desa di wilayah Kecamatan Kutoarjo, Purworejo.


Mendengar jawaban tersebut, warga masyarakat Desa Wareng yang masih marah tanpa komando membubarkan diri. Namun untuk melampiaskan kekesalan, mereka sebelum pulang ke rumah masing-masing, melakukan penyegelan pintu balai desa setempat. Penyegelan itu dilakukan dengan menggunakan sebuah papan tulis bertuliskan “Sing Bukak Pintu Kancane Basuki.”


Warga mengaku tak ada yang memerintahkan penyegelan tersebut, hal itu dilakukan secara spontan. “Kasus asusila Basuki yang ke dua ini sudah tidak bisa ditolerir. Sebab dia pernah berjanji kepada warga tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Hal memalukan itu dilakukannya pada Juni 2007 lalu, parahnya dengan tetangganya sendiri,” teriak seorang warga.


Sementara itu beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Purworejo yang ditemui WB enggan berkomentar masalah penyegelan kantor balai desa oleh warganya itu. (Eko Mulyanto)

Kamis, 07 Agustus 2008

Pesta Rakyat Simpedes

Pesta Rakyat BRI Cabang Purworejo dan Cabang Kutoarjo digelar di Alun-alun Besar Purworejo. Dengan mengusung tema Pesta Rakyat Simpedes Berbagi Suka Se-Indonesia, digelar selama dua hari berturut-turut, yakni hari Sabtu dan Minggu, 9-10 Agustus 2008. Acaranya berlangsung sehari penuh mulai pagi hingga selesai.

Di hari pertama rencananya akan diselenggarakan pasar murah aneka barang dan panggung hiburan. Dimeriahkan berbagai atraksi kesenian khas Kabupaten Purworejo dan beberapa kesenian tradisional lainnya. Seperti Dolalak, Cekok Mondol, Kuda Lumping, Barongsai, serta atraksi panjat pinang.


Di hari kedua akan dilaksanakan arak-arakan hadiah Simpedes dan dilanjutkan dengan penarikan undian. Acaranya juga akan dimeriahkan oleh penampilan OM Pandawa Magelang, D’leh band Jogja, Aksen Band Semarang, Guest star “Produk Gagal”, New Evo Band Purworejo dan Fore Father Band Jogja.


Bagi pengunjung akan mendapatkan kupon doorprise dari BRI. Kupon tersebut dapat diperoleh di Cabang dan Unit BRI di wilayah Kantor Cabang BRI Purworejo dan Kutoarjo. (Eko Mulyanto)

Peringatan PWRI Jawa Tengah Dipusatkan di Purworejo

Puncak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) ke-46 Tingkat Propinsi Jawa Tengah dipusatkan di Kabupaten Purworejo. Acara resepsinya dilaksanakan di Pendopo Rumah Dinas Bupati Purworejo, Selasa (29/7) lalu. Selain di hadiri seluruh pengurus Ranting PWRI se-Kabupaten Purworejo, juga dihadiri perwakilan dari 35 Cabang PWRI kabupaten/kota se-Jawa Tengah.

Usai resepsi, digelar acara pentas seni. Panembrama bawa sekar dhandanggula buminatan laras slendro pathet 6 irah-irahan Adeging PWRI, ladrang Sri Haskarya slendro pathet 9. Diteruskan paduan suara Mars Lahirnya PWRI, Padamu Pahlawan, Lir-ilir, Orchideen, Gundhul Pacul dan dhandhanggula.


Dalam acara tersebut, 6 anggota PWRI menerima lencana dan piagam penghargaan. Penyerahannya dilakukan oleh Asisten IV Sekda Propinsi Jawa Tengah mewakili Gubernur Jawa Tengah yang berhalangan hadir. (Yun)

Bagus Roro Mulai Diseleksi

15 besar peserta Bagus dan Roro Kabupaten Purworejo akan bersaing dalam malam grand final (9/8) di GOR WR Supratman Purworejo. 15 besar peserta tadi merupakan hasil seleksi pada babak penyisihan Bagus dan Roro, yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Purworejo di Gedung Wanita Ahmad Yani Purworejo belum lama ini.

Menurut Ketua Panitia Penyelenggara Bagus dan Roro Drs. Sukasno, peminat ajang paling ganteng dan paling cantik se-Kabupaten Purworejo tahun ini lebih besar bila dibandingkan dengan tahun lalu. Jika tahun lalu yang mendaftarkan diri hanya berjumlah 40 pendaftar, untuk tahun ini bisa mencapai jumlah 74 pendaftar. Dari ke-74 pendaftar tadi 40 pendaftar Bagus dan 34 pendaftar Roro.


Para peserta ajang Bagus dan Roro ini tak hanya harus menampakkan kegantengan dan kecantikan luarnya saja, namun secara intelektual dan kepribadian juga turut menentukan. Adapun penilaiannya meliputi kesehatan, kepariwisataan, etika, performen, Bahasa Jawa dan Bahasa Inggris. Tim yuri yang terlibat dalam event tersebut terdiri atas dr. Lina Kurniawati, Drs. Sunardi, Purwandani, SPd, Supodo, BA dan Dra. Nikmah Nurbaiti. Pemenang dalam malam grand final Bagus dan Roro, Kabupaten Purworejo tahun ini, rencananya akan dikirim menjadi duta wisata Kabupaten Purworejo dalam kontes serupa di tingkat Propinsi Jawa Tengah. (Sus)

Minggu, 03 Agustus 2008

SMU Negeri 7 Purworejo Dapatkan Medali Emas di FLS2N

Duta Kesenian Kabupaten Purworejo kembali menorehkan tinta emas di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), yang digelar di SMA Negeri 2 Bandung (21-26/7) lalu. Duta kesenian asal SMU Negeri 7 Purworejo ini berhasil menyumbangkan 1 medali emas untuk kontingen kesenian Propinsi Jawa Tengah dalam ajang tersebut. Setelah duta yang terdiri atas Linda Liana kelas 11 IPA dan Daniel Setya Pambudi kelas 12 SMU Negeri 7 Purworejo, berhasil menjadi penyaji terbaik dalam lomba Cipta Tari Berpasangan dalam event FLS2N. Mereka berhasil menyisihkan 32 peserta dari kontingen kesenian propinsi se-Indonesia.

Tari yang mereka bawakan berjudul Nrentheng dengan koreografi Rianto Purnomo pimpinan Sanggar Seni Paseban Bagelen. Tari ini sebenarnya adalah tari kreasi baru yang digarap dari kesenian tradisional khas Kabupaten Purworejo, Dolalak. Jalan ceritanya menuturkan tentang remaja dalam usianya yang beranjak dewasa tanpa sadar sering melakukan hal-hal yang bisa dibilang konyol. Diperlihatkan pula mulai adanya ketertarikan dengan lawan jenis. Hal tersebut membuat mereka lebih bergaya agar diperhatikan oleh sang lawan jenis. Saling menggoda, canda ria turut mewarnai tarian ini. Nampak pula kesan jinak-jinak merpati, kemayu, gemagus, lirikan maut, ngetol, getaran pundak, semua itu untuk memikat pujaan hati, menambah semakin hidupnya tarian berpasangan ini.


Sebelum ikut dalam event tingkat nasional itu diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional ini, para penari dari SMU Negeri 7 Purworejo tadi telah bekerja keras menjadi juara di tingkat Kabupaten, eks Karesidenan Kedu hingga tingkat Propinsi Jawa Tengah. (Eko Mulyanto)

Rabu, 30 Juli 2008

Diduga Kuat Melakukan Tindak Asusila, Sekdes Wareng Dituntut Untuk Dipecat

Merasa tidak puas dengan jawaban para pejabat teras Kecamatan Butuh, Puluhan warga Desa Wareng, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo nyaris merusak kantor balai desa setempat, Rabu (23/7). Mereka sejak pagi melakukan demontrasi di halaman balai desa menuntut Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo mundur atau dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu dilakukan berkaitan dengan adanya dugaan kuat tindak asusila yang dilakukan oleh Basuki.

Bahkan Muspika Butuh yang terdiri atas Camat Butuh Drs Wahyu Jaka S dan Kapolsek Butuh AKP Lasiyem beserta jajaran Koramil Butuh, dihadang oleh para demonstran tidak boleh meninggalkan halaman balai desa sebelum tuntutan mereka dikabulkan. Para demonstran menghalang-halangi Muspika Butuh dengan jalan menutup jalan keluar menggunakan sepeda motor dan pagar betis, sehingga mobil yang ditumpangi Muspika Butuh tidak bisa keluar. “Sebelum ada kepastian, Pak Camat tidak boleh pulang,” celetuk salah satu peserta demontrasi. Setelah negosiasi alot antara peserta demonstrasi dengan Muspika, barulah mereka diperbolehkan meninggalkan Balai Desa Wareng.


Berdasarkan pantauan WB di lokasi kejadian, pertemuan antara warga peserta demonstrasi, Perangkat Desa, Muspika, Pemdes dan BPD awalnya cukup kondusif. Namun berubah beringas ketika hasil pertemuan itu dinilai masih mentah oleh warga.


Juru bicara peserta demonstrasi Kyai Samsudin, mengungkapkan bahwa tuntutan dicopotnya jabatan Sekdes dari diri Basuki adalah wajar. Karena tindak asusila itu telah melanggar pager ayu dan mencoreng nama baik desanya. ’’Ini untuk menjaga nama baik desa di mata masyarakat luar,’’ tutur Samsudin.


Lebih jauh Samsudin menceritakan, bahwa kasus asusila yang dilakukan oleh Basuki adalah bukan yang pertama kali. Dahulu kejadian serupa pernah dilakukan oleh Basuki pada bulan Juni 2007. Lebih parahnya tindak asusila itu dilakukan dengan tetangga dekatnya. Namun kasus itu dapat diselesaikan dengan kekeluargaan, warga mau memaafkan kelakuan Basuki. Waktu itu Basuki disumpah di hadapan warga agar tidak mengulangi perbuatannya. “Namun yang terjadi malah sebaliknya, bukannya kapok perbuatan tak sepatutnya itu diulangi lagi. Kali ini tidak dengan warga satu desa, akan tetapi dengan warga desa lain,” ujar Samsudin.


Masih menurut Samsudin dasar pencopotan Basuki dari jabatannya tidak sulit. Karena Basuki sebelum menjabat sebagai Sekdes pernah menandatangani kontrak politik dengan warga Desa Wareng. Isinya cukup jelas, jika masyarakat tidak lagi percaya dengan dirinya maka Basuki bersedia mengundurkan diri dari jabatannya.


Pemkab Tak Akan Gegabah


Dalam penanganan kasus dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo, tampaknya pihak Pemkab Purworejo tak mau gegabah. Hal tersebut tampak dari keengganannya untuk langsung mencopot Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo dari jabatannya. Namun demikian Pemkab Purworejo akan segera menindaklanjuti laporan warga. Bahkan tak selang waktu lama langsung menurunkan tim yang terdiri atas Pemdes, BPD maupun Bawasda untuk merespon aspirasi warga Desa Wareng tadi.


Secara terpisah Camat Butuh Drs Wahyu Jaka S menjelaskan, bahwa Bawasda pernah memberikan peringatan keras kepada Basuki dalam kasus perselingkuhannya yang pertama Juni 2007. ’’Jangan grusa-grusu, akan tetapi marilah kita selesaikan kasus ini dengan baik. Saya mengerti dengan tuntutan warga, namun kita harus tetap mengacu pada mekanisme dan hukum yang ada. Masalah ini masih bisa kok kita selesaikan dengan jalan musyawarah bersama,’’ pintanya.


Lebih jauh Camat Butuh mengatakan, penanganan kasus Basuki itu mengacu pada Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Perangkat Desa. Jadi bukan kasus pidana, kasus ini masuk dalam kategori asusila yang melanggar norma agama dan sosial. “Ada beberapa prosedur dan sanksi yang harus dilalui. Pertama peringatan, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tidak hormat. Sebelum sanksi itu dijatuhkan, kita perlu bukti kuat. Makanya sanksi akan dijatuhkan setelah pemeriksaan Bawasda selesai,” ujarnya. (Eko Mulyanto)