Beberapa tahun yang lalu, pemerintah Belanda memberi sanksi berupa denda (straaf) kepada masyarakat yang tidak berobat gigi dalam jangka waktu setahun, karena pemerintah menganggap penyakit gigi dan mulut membebani keuangan negara dan memberi kontribusi kerugian ekonomi bagi negara. Dan menurut penelitian, angka absen tertinggi anak sekolah dan karyawan yang disebabkan sakit gigi adalah mereka kehilangan 4 hari kerja perbulan. Belum lagi penyakit sistemik yang terjadi akibat sakit gigi yang tidak diobati. Kebijakan tersebut perlahan-lahan mulai dihapus, karena pemerintah Belanda menganggap saat ini masyarakat sudah sadar untuk berobat ke dokter gigi.
Demikian, dikatakan Drg. Dhanni Gustiana, dokter gigi Puskesmas Seboro Krapyak-Kecamatan Banyu Urip yang baru saja menyelesaikan Post Graduate Course selama dua bulan mulai tanggal 4 Mei – 3 Juli 2008 ,di WHO Collaborating Centre di St Radboud University-Nijmegen, Belanda. Kesempatan tersebut diikuti oleh 11 negara (Indonesia, Belanda, Kamerun, Uganda, Irlandia, China, India, Nigeria, Dominika, Filipina dan Bolivia) dan beliau merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang lolos seleksi dan mendapat beasiswa. Program yang bertema Oral Health Care and Future Scenarios (New Concepts in Educations and Oral Care) memperkenalkan metode klinis dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan teknologi mutakhir namun dapat diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia.
Selanjutnya Drg. Dhanni menjelaskan, dari data yang ada pada WHO, terungkap bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dari Negara-negara Afrika dan Amerika Selatan (peserta program) ternyata kondisi kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan yang terburuk. Hal ini terlihat dari data bahwa penyakit gigi dan mulut di Indonesia menempati prosentase terbesar, rendahnya kesadaran masyarakat yang ditandai dari jumlah kunjungan ke dokter gigi yang sangat rendah, serta dari jumlah karies (lubang gigi) yang mencapai 97.4 % pada anak-anak.
Keikutsertaannya dalam program ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Metode pembelajaran serta peralatan yang modern serta interaksinya dengan peserta dari Negara lain dapat menjadi bekal untuk mengaplikasikan ilmu di tanah air. Kebetulan pula makalah presentasi Indonesia yang berjudul The new perspective in preventive dentistry dianggap sebagai yang terbaik, sehingga mendapat kehormatan untuk dapat dimasukkan ke Extract Magazine yaitu majalah Universitas St Radboud. Makalah ilmiahnya pun menarik perhatian peserta serta staf pengajar di Universitas. “Insya Allah, metode ilmiah saya ini akan diujicobakan di Filipina, Uganda serta Belanda sendiri. Saya berharap dukungan pemerintah dan masyarakat”, tuturnya. (Sus)