Penebaran 5.000 Benih Ikan di Bendung Boro

Penebaran 5.000 Benih Ikan di Bendung Boro
Sebelum puncak kegiatan Hari Pers Nasional Kabupaten Purworejo Tahun 2009, berupa Tasyakuran dan Peresmian Pressroom, terlebih dahulu para kulitinta yang bekerja di wilayah Kabupaten Purworejo bersama Bupati Purworejo H Kelik Sumrahadi, SSos, MM menebarkan benih ikan Nila sebanyak 5.000 ekor di Bendung Boro, Sabtu (28/3).

Penanaman Pohon Langka di Gegermenjangan

Penanaman Pohon Langka di Gegermenjangan
Rangkaian kegiatan puncak Hari Pers Nasional Kabupaten Purworejo Tahun 2009, berupa penanaman 300 pohon langka di Kawasan Potensi Wisata Gegermenjangan, Sabtu (28/3).

Rabu, 30 Juli 2008

Diduga Kuat Melakukan Tindak Asusila, Sekdes Wareng Dituntut Untuk Dipecat

Merasa tidak puas dengan jawaban para pejabat teras Kecamatan Butuh, Puluhan warga Desa Wareng, Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo nyaris merusak kantor balai desa setempat, Rabu (23/7). Mereka sejak pagi melakukan demontrasi di halaman balai desa menuntut Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo mundur atau dicopot dari jabatannya. Tuntutan itu dilakukan berkaitan dengan adanya dugaan kuat tindak asusila yang dilakukan oleh Basuki.

Bahkan Muspika Butuh yang terdiri atas Camat Butuh Drs Wahyu Jaka S dan Kapolsek Butuh AKP Lasiyem beserta jajaran Koramil Butuh, dihadang oleh para demonstran tidak boleh meninggalkan halaman balai desa sebelum tuntutan mereka dikabulkan. Para demonstran menghalang-halangi Muspika Butuh dengan jalan menutup jalan keluar menggunakan sepeda motor dan pagar betis, sehingga mobil yang ditumpangi Muspika Butuh tidak bisa keluar. “Sebelum ada kepastian, Pak Camat tidak boleh pulang,” celetuk salah satu peserta demontrasi. Setelah negosiasi alot antara peserta demonstrasi dengan Muspika, barulah mereka diperbolehkan meninggalkan Balai Desa Wareng.


Berdasarkan pantauan WB di lokasi kejadian, pertemuan antara warga peserta demonstrasi, Perangkat Desa, Muspika, Pemdes dan BPD awalnya cukup kondusif. Namun berubah beringas ketika hasil pertemuan itu dinilai masih mentah oleh warga.


Juru bicara peserta demonstrasi Kyai Samsudin, mengungkapkan bahwa tuntutan dicopotnya jabatan Sekdes dari diri Basuki adalah wajar. Karena tindak asusila itu telah melanggar pager ayu dan mencoreng nama baik desanya. ’’Ini untuk menjaga nama baik desa di mata masyarakat luar,’’ tutur Samsudin.


Lebih jauh Samsudin menceritakan, bahwa kasus asusila yang dilakukan oleh Basuki adalah bukan yang pertama kali. Dahulu kejadian serupa pernah dilakukan oleh Basuki pada bulan Juni 2007. Lebih parahnya tindak asusila itu dilakukan dengan tetangga dekatnya. Namun kasus itu dapat diselesaikan dengan kekeluargaan, warga mau memaafkan kelakuan Basuki. Waktu itu Basuki disumpah di hadapan warga agar tidak mengulangi perbuatannya. “Namun yang terjadi malah sebaliknya, bukannya kapok perbuatan tak sepatutnya itu diulangi lagi. Kali ini tidak dengan warga satu desa, akan tetapi dengan warga desa lain,” ujar Samsudin.


Masih menurut Samsudin dasar pencopotan Basuki dari jabatannya tidak sulit. Karena Basuki sebelum menjabat sebagai Sekdes pernah menandatangani kontrak politik dengan warga Desa Wareng. Isinya cukup jelas, jika masyarakat tidak lagi percaya dengan dirinya maka Basuki bersedia mengundurkan diri dari jabatannya.


Pemkab Tak Akan Gegabah


Dalam penanganan kasus dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo, tampaknya pihak Pemkab Purworejo tak mau gegabah. Hal tersebut tampak dari keengganannya untuk langsung mencopot Sekdes Wareng Basuki Pujo Raharjo dari jabatannya. Namun demikian Pemkab Purworejo akan segera menindaklanjuti laporan warga. Bahkan tak selang waktu lama langsung menurunkan tim yang terdiri atas Pemdes, BPD maupun Bawasda untuk merespon aspirasi warga Desa Wareng tadi.


Secara terpisah Camat Butuh Drs Wahyu Jaka S menjelaskan, bahwa Bawasda pernah memberikan peringatan keras kepada Basuki dalam kasus perselingkuhannya yang pertama Juni 2007. ’’Jangan grusa-grusu, akan tetapi marilah kita selesaikan kasus ini dengan baik. Saya mengerti dengan tuntutan warga, namun kita harus tetap mengacu pada mekanisme dan hukum yang ada. Masalah ini masih bisa kok kita selesaikan dengan jalan musyawarah bersama,’’ pintanya.


Lebih jauh Camat Butuh mengatakan, penanganan kasus Basuki itu mengacu pada Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Perangkat Desa. Jadi bukan kasus pidana, kasus ini masuk dalam kategori asusila yang melanggar norma agama dan sosial. “Ada beberapa prosedur dan sanksi yang harus dilalui. Pertama peringatan, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tidak hormat. Sebelum sanksi itu dijatuhkan, kita perlu bukti kuat. Makanya sanksi akan dijatuhkan setelah pemeriksaan Bawasda selesai,” ujarnya. (Eko Mulyanto)

Kasus TK Negeri Pembina Grabag Mulai Diperiksa Kejaksaan

Kejaksaan Negeri Purworejo memeriksa 10 orang terkait dengan kasus pembangunan TamanKanak-kanak (TK) Negeri Pembina yang terletak di Desa/Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo. Pembangunan TK tersebut dinilai tidak sesuai dengan bestek yang telah ditentukan. Namun hingga berita ini diturunkan pihak Kejaksaan Negeri Purworejo enggan menyebutkan identitas maupun status ke-10 orang tersebut.

Kepala Kejaksaan Negeri Purworejo Heriyanto Serumpun, SH hanya menyebutkan dari ke-10 orang itu beberapa diantaranya sudah dapat dipastikan sebagai tersangka. “Namun saya belum bisa membeberkan identitas dan status masing-masing kepada media. Kita tunggu saja hasil pemeriksaan lebih lanjut,” tandas Heriyanto.


Ada indikasi tindak pidana korupsi dalam pembangunan TK Negeri Pembina yang menelan dana sebesar Rp 450 juta. Tak hanya itu saja, banyak pihak menyatakan pembangunan TK Negeri Pembina Grabag tidak sesuai bestek yang ada. Bahkan kondisi bangunannya tak layak huni, selain bahan baku bangunan tidak sesuai dengan standar mutu yang telah digunakan, atap gedung tersebut kini dalam keadaan melengkung. Sehingga sangat membahayakan bagi siapa saja yang menempatinya.


Lebih parah lagi warga menolak bangunan yang sudah ada dan menyatakan diri enggan menyekolahkan anak-anak mereka di TK Negeri Pembina Grabag. Wajar sebab warga tidak mau anak-anak mereka tertimpa atap bangunan yang sewaktu-waktu dikhawatirkan dapat roboh. (Eko Mulyanto)

Bercocok Tanam di Tepian Sungai Bogowonto

Memasuki musim kemarau, warga Kecamatan Bagelen, yang tinggal disepanjang tepian Sungai Bogowonto memanfaatkan dasar sungai yang tidak tergenang air untuk bercocok tanam. Hal tersebut dilakukan untuk menambah pendapatan bagi keluarga mereka. Jenis tanaman yang biasa mereka tanam adalah palawija. Seperti jagung, kacang tanah, kacang panjang, tomat, lombok dan tembakau.


Cara ini mereka pilih karena bercocok tanam di dasar sungai yang kering memudahkan mereka dalam pengolahan tanahnya. Tanah berpasir bekas aliran sungai tadi mudah ditanami dan biasanya lebih subur jika dibandingkan dengan tanaman palawija di pekarangan atau di areal persawahan. Penggunaan pupuk di lahan bekas aliran sungai juga lebih hemat, sebab tanpa dipupukpun biasanya tanaman palawija yang mereka tanam bisa tumbuh lebih subur.


“Bercocok tanam di bekas aliran air Sungai Bogowonto yang kini kering sudah kami lakukan sejak puluhan tahun silam. Sejak saya kecil sudah ada Mas,” tutur Wigoro (40). “Pengolahan tanahnya juga lebih mudah, tidak perlu dicangkul dalam-dalam. Cukup dibuat bedhengan, lantas ditanami. Pengairannya juga mudah dan dekat, cukup diambilkan dari air sungai,” imbuhnya.


Sementara itu Amat Nasroh (50) yang juga menanam palawija di tepi Sungai Bogowonto mengatakan, hal tersebut selain untuk menambah pendapatan keluarga di masa ekonomi sulit seperti sekarang ini. Menanam palawija di bekas aliran sungai juga menghemat pupuk, biasanya humus yang hanyut terbawa aliran sungai dan mengendap merupakan pupuk alami yang datang sendiri. Bahkan menurut Amat, meski tidak diberikan pupuk tambahan, tanamannya sudah tumbuh dengan subur dan buahnya juga lumayan lebat. “Namun jeleknya hal tersebut baru bisa dilakukan oleh para petani di tepi Sungai Bogowonto hanya di musim kemarau,” ungkapnya.


Uniknya lagi lahan di sana di bagian atas sudah dipetak-petak dan ada pemiliknya. Namun untuk bagian bawah (yang berdekatan dengan air sungai-red) tidak ada yang memiliki. Lahan tersebut sering mereka sebut sebagai lahan kewedhen. Bagi mereka yang akan bertanam di lahan kewedhen tadi, harus berlomba-lomba siapa yang cepat dia yang dapat. (Yuyun)

Pemkab Purworejo Komit Program Pelatihan Ketrampilan Bagi Narapidana

Pemkab Purworejo hingga saat ini menyatakan diri tetap komit untuk mengadakan program pelatihan ketrampilan di Lapas. Baik itu di Lapas Anak-anak Kutoarjo maupun Lapas Purworejo. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja lan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Purworejo Drs. Pram Prasetyo Ahmad kepada WB belum lama ini. “Setiap tahunnya Pemkab Purworejo melalui Disnakertrans pasti menganggarkan dana di APBD II khusus untuk pelatihan ketrampilan bagi para narapidana. Ini sudah menjadi komitmen Pemkab Purworejo,” tandas Pram. “Bagaimanapun mereka itu manusia biasa seperti kita, yang tidak bisa luput dari lupa, khilaf dan salah,” imbuhnya.

Pram juga berkata, entah hanya dua paket untuk dua Lapas yang ada di Kabupaten Purworejo, pasti para narapidana itu dapat jatah pelatihan ketrampilan. Semua itu disesuaikan dengan anggaran yang ada. Khusus untuk tahun 2008 ini ada dua paket pelatihan ketrampilan untuk para narapidana. Satu paket diadakan di Lapas Purworejo dan satu paket lagi dilaksanakan di Lapas Anak-anak Kutoarjo. “Sedangkan untuk tahun anggaran 2007 lalu juga ada dua paket untuk pelatihan ketrampilan bagi narapidana,” ujarnya.


Adapun bentuk pelatihannya menurut Pram, diantaranya las, otomotif dan elektronik. Untuk otomotif berupa perbengkelan sepeda motor, dene elektronik berupa mesin pendingin AC dan almari es. Ternyata sambutan dari para peserta pelatihan sangat luar biasa. Sebab pelatihan ketrampilan ini diprogramkan hingga benar-benar terampil, sehingga pelatihannya tidak hanya cap ecek-ecek. Lama program pelatihan biasanya hingga 40 hari.


“Jika jajaran Disnakertrans tidak menguasai materinya, tidak tanggung-tanggung kami akan mendatangkan para ahlinya,” kata Pram. “Selain memberikan pelatihan yang sifatnya kejuruan, di sela-sela pelatihan kita juga mengisi materi motivasi hidup yang lebih baik. Diharapkan setelah bebas dari Lapas mereka bisa hidup mandiri dan memiliki semangat hidup serta percaya diri yang besar, agar mereka tidak minder di masyarakat hanya karena menyandang gelar baru bekas narapidana. Jangan heran keluar dari Lapas ada mantan narapidana yang bisa sukses berwiraswasta, karena mereka telah dibekali suatu keahlian,” tambahnya.


Selain program pelatihan dari Disnakertrans, pihaknya juga sering diajak kerjasama dengan instansi lain untuk mengadakan pelatihan ketrampilan untuk para narapidana di Lapas. Seperti halnya pelatihan otomotif kejuruan sepeda motor yang diadakan di Lapas Anak Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah belum lama ini. Pelatihan tadi merupakan hasil kerjasama antara Lapas Anak Kutoarjo, Direktorat PLSB Departemen Pendidikan Nasional dan Disnakertrans melalui BLKIP Kabupaten Purworejo. Pelatihan itu diikuti oleh 20 narapidana anak yang sedang terkena beberapa kasus di sana.


Lepas dari semua itu secara umum program utama Disnakertrans Purworejo di tahun 2008 ini, adalah sebagai tindak lanjut pasca pelatihan, evaluasi dan meneruskan pelatihan institusional dan non institusional. Yaitu sebuah program untuk meneruskan hasil dari pelatihan-pelatihan di tahun sebelumnya. Sehingga tidak ada kesan Disnakertrans melarikan diri, akan tetapi Disnakertrans tetap ikut bertanggungjawab pasca pelatihan, mereka tetap akan dibina terus hingga mampu berdiri sendiri. Entah itu berupa motivasi kerja, manajemen hingga menemukan dengan pemilik modal.


Dalam bidang permodalan Pram menegaskan, bahwa pihaknya hanya sampai menemukan antara mantan peserta pelatihan dengan instansi perbankan yang memiliki uang. Selama ini pihak perbankan yang mau diajak kerjasama baru BRI melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab dinilai lebih menguntungkan bagi pengusaha, sebab bunganya rendah dan tanpa anggunan. Namun pinjaman tadi hanya di bawah kisaran Rp 5 juta. Sementara itu dari data yang ada di Disnakertrans Purworejo jumlah program pelatihan tahun 2008 secara kuantitas menurun drastic, jika dibandingkan dengan jumlah program pelatihan di tahun 2007 lalu. Di tahun 2008 hanya ada 23 paket, sedangkan di tahun 2007 lalu mencapai 50 paket. Hal tersebut dapat terjadi, karena memang adanya pengurangan anggaran, baik dari pusat maupun daerah. (Jhon)