Penebaran 5.000 Benih Ikan di Bendung Boro
Penanaman Pohon Langka di Gegermenjangan
Senin, 07 Juli 2008
Musim Gadu, Hasil Panen Berkurang
Masa panen padi di wilayah Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah hampir selesai. Namun hasil panen musim gadu kali ini sangat minim. Hal tersebut banyak dikeluhkan oleh para petani karena hasilnya tak seimbang dengan tenaga dan biaya produksinya. Penyebab utama menurunnya produksi tanaman padi kali ini adalah kurangnya pasokan air di musim kemarau. Maklum sebagian besar sawah di Kecamatan Bagelen merupakan sawah tadah hujan. Sehingga murni hanya mengandalkan pasokan air dari turunnya air hujan.
“Ini masih mending Mas, masih bisa panen. Banyak petani di sini yang gagal panen karena tak mampu menyewa disel untuk mengairi sawah mereka. Meski jauh dari hasil yang kita harapkan, saya sudah bersyukur bisa panen,” ujar Slamet (35) seorang petani di Desa Bagelen. “Biasanya seiring (1/6 hektar-red) bisa menghasilkan sampai 9 kwintal di musim penghujan, namun kali ini hanya mampu menghasilkan 4 kwintal. Turunnya sampai 50 persen lebih,” imbuhnya.
Belum lagi dengan beban baru yang harus ditanggung rakyat sebagai dampak domino kenaikan harga BBM. Mereka lebih memilih mengambil tanaman padi mereka yang tidak berbulir untuk makanan ternak. Seperti yang dialami oleh Slamet (40) petani asal Desa Bapangsari yang mengambil tanaman padinya untuk makanan ternak. “Tidak ada pilihan lain, habis mau bagaimana lagi. Daripada tidak dimanfaatkan, lebih baik untuk pakan ternak,” tukas Slamet. “Boro-boro untuk sewa disel, wong untuk makan sehari-hari saja susah. Orang kecil seperti saya ini bisanya apa sih, kerjaan tidak tetap, sawah tidak bisa panen. Sementara di luar harga-harga kebutuhan pokok naik terus, di jaman yang semakin sulit ini bisa bertahan untuk hidup saja sudah lumayan,” tambahnya.
Berdasar pengamatan WB selama ini, petani di kawasan Kecamatan Bagelen memang hanya mengandalkan air hujan. Sebelum ada kenaikan harga BBM, di musim kemarau petani mengandalkan pengairan sawah dari sumur pantek dan menaikkan air Sungai Bogowonto dengan menyewa disel. Namun setelah adanya kenaikan harga BBM, hanya petani berkocek tebal yang mampu menyewa disel, itupun jumlahnya relative kecil. Belum ada upaya konkrit dari pemerintah setempat untuk membantu meringankan beban mereka. Pernah muncul gagasan dari Pemkab Purworejo untuk mengusulkan bantuan berupa pompa tenaga hidrolis maupun tenaga angin, namun hingga kini belum ada realitanya. (Eko Mulyanto)
“Ini masih mending Mas, masih bisa panen. Banyak petani di sini yang gagal panen karena tak mampu menyewa disel untuk mengairi sawah mereka. Meski jauh dari hasil yang kita harapkan, saya sudah bersyukur bisa panen,” ujar Slamet (35) seorang petani di Desa Bagelen. “Biasanya seiring (1/6 hektar-red) bisa menghasilkan sampai 9 kwintal di musim penghujan, namun kali ini hanya mampu menghasilkan 4 kwintal. Turunnya sampai 50 persen lebih,” imbuhnya.
Belum lagi dengan beban baru yang harus ditanggung rakyat sebagai dampak domino kenaikan harga BBM. Mereka lebih memilih mengambil tanaman padi mereka yang tidak berbulir untuk makanan ternak. Seperti yang dialami oleh Slamet (40) petani asal Desa Bapangsari yang mengambil tanaman padinya untuk makanan ternak. “Tidak ada pilihan lain, habis mau bagaimana lagi. Daripada tidak dimanfaatkan, lebih baik untuk pakan ternak,” tukas Slamet. “Boro-boro untuk sewa disel, wong untuk makan sehari-hari saja susah. Orang kecil seperti saya ini bisanya apa sih, kerjaan tidak tetap, sawah tidak bisa panen. Sementara di luar harga-harga kebutuhan pokok naik terus, di jaman yang semakin sulit ini bisa bertahan untuk hidup saja sudah lumayan,” tambahnya.
Berdasar pengamatan WB selama ini, petani di kawasan Kecamatan Bagelen memang hanya mengandalkan air hujan. Sebelum ada kenaikan harga BBM, di musim kemarau petani mengandalkan pengairan sawah dari sumur pantek dan menaikkan air Sungai Bogowonto dengan menyewa disel. Namun setelah adanya kenaikan harga BBM, hanya petani berkocek tebal yang mampu menyewa disel, itupun jumlahnya relative kecil. Belum ada upaya konkrit dari pemerintah setempat untuk membantu meringankan beban mereka. Pernah muncul gagasan dari Pemkab Purworejo untuk mengusulkan bantuan berupa pompa tenaga hidrolis maupun tenaga angin, namun hingga kini belum ada realitanya. (Eko Mulyanto)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Kabare bagelen, somorejo ne mana mas, karo tugu semprong mengendi? salam yo dari saya di krendetan. sekarang masih di surabaya.
Posting Komentar